GOOD GOVERNANCE
A. Paradigma Governance
Istilah
governance dapat dipahami dengan
menelusuri asal katanya, menurut asal kata governance berasal dari bahasa latin
yang merupakan bahasa induk Eropa, akar katanya adalah gubernare yang kemudian
diadopsi kedalam bahasa inggris menjadi govern dengan makna steer, direct dan rule (Nugroho, 2003).
Istilah governance secara
harfiah dapat diartikan sebagai suatu kegiatan pengarahan, pembinaan atau dalam
bahasa inggrisnya adalah guiding. Governance adalah suatu proses dimana suatu
sistem sosial ekonomi atau sistem organisasi kompleks lainnya dikendalikan dan
diatur.
Pinto (1994) mendefinisikan
governance sebagai praktek penyelenggaraan kekuasaan dan kewenangan oleh
pemerintah dalam pengelolaan urusan pemerintahan secara umum, dan pembangunan
ekonomi pada khususnya.
Kajian
tentang paradigma governance dalam hubungan ini akan berarti suatu kegiatan
untuk melihat perkembangan dan perubahan pola-pola pikir dan cara pandang,
serta pemahaman kita tentang permasalahan yang dihadapi dan proses peraturan,
pembinaan dan pengendalian kehidupan sosial-ekonomi masyarakat. (Soeprapto,
2005).
B. Konsep Governance
Secara umum governance
mengandung unsur utama yang terdiri dari akuntabilitas (accountability),
transparansi (transparency), keterbukaan (openenes), dan aturan hukum (rule of
law).
Akuntabilitas
Adaah kewajiban bagi
aparatur pemerintahan untuk bertindak selaku penanggungjawab dan penanggung
gugat atas segala tindakan dan kebijakan yang ditetapkannya.
Transparansi
Pemerintahan yang baik akan
bersifat transparan terhadap rakyatnya, baik ditingkat pusat maupun di daerah.
Rakyat dapat mengetahui secara jelas tanpa ada yang ditutup-tutupi proses
perumusan kebijakan publik dan tindakan pelaksanaannya (implementasinya).
Keterbukaan
Keterbukaan disini mengacu
kepada terbukanya kesempatan bagi rakyat untuk mengajukan tanggapan dan kritik
terhadap pemerintah yang dinilainya tidak transparan. Pemerintah yang baik,
yang bersifat transparan dan terbuka akan memberikan informasi data yang
memadai bagi masyarakat sebagai bahan untuk melakukan penilaian atau jalannya
pemerintahan.
Aturan
Hukum
Prinsip aturan hukum bahwa
good governance mempunyai karakteristik berupa jaminan kepastian hukum dan rasa
keadilan masyarakat terhadap setiap kebijakan publik yang ditempuh.
Untuk menyempurnakan mutu kepemerintahan di Indonesia perlu
memperhatikan faktor-faktor sebagai berikut :
1.
Memanfaatkan
seperangkat institusi dan aktor baik dalam maupun dari luar birokrasi
pemerintahan. Pemerintahan tidak perlu alergi atau curiga terhadap eksistensi
berbagai macam institusi dan aktor di luar institusi pemerintah, bahkan
sebaliknya hal itu bisa dimanfaatkan sebagai komponen penguat dalam mencapai
tujuan bersama.
2.
Trikotomi peran
sektor pertama (pemerintah ”plus” legislatif), sektor kedua (swasta) dan sektor
ketiga (masyarakat) untuk menangani masalah-masalah sosial ekonomi tidak perlu
terjadi, karena peran mereka itu sekarang telah demikian membaur/kabur. Ketiga
kekuatan tersebut seyogyanya menyatu dan padu, mempunyai kepentingan dan
komitmen yang sama tingginya atau mengatasi masalah-masalah sosial-ekonomi
tersebut.
3.
Adanya saling
ketergantungan diantara ketiga kekuatan tersebut dan peran bersama (collective action). Tujuan meningkatkan
kesejahteraan hidup masyarakat, tidak perlu ada satu kekuatan manapun yang
dominant melebihi yang lain, semuanya berinteraksi dan berinterelasi serta
punya akses yang sama dalam berpartisipasi dalam mewujudkan kesejahteraan
masyarakat.
4.
Walaupun
masing-masing kekuatan tersebut diatas (pemerintah dan legislative, swasta, dan
masyarakat) telah memiliki jaringan kerja, tetapi begitu menyatu dalam suatu
ikatan kepentingan bersama (partnership) maka mereka akan membentuk jaringan
kerja sendiri yang otonom dan kuat dalam mempengaruhi dan menjalankan urusan
pemerintahan. Institusi-institusi dan aktor-aktor dari ketiga kekuatan tersebut
akan menjadi kekuatan yang dahsyat dan solid bila mereka bersedia memberikan
dan memanfaatkan kontribusi baik sumber-sumber, keahlian, dan tujuan-tujuan
mereka menuju kepemerintahan yang baik (good
governance).
5.
Kapasitas untuk
mencapai tujuan (misalnya, membangun masyarakat sejahtera) tidak mungkin hanya
menggantungkan diri dari pada komando dan penggunaan otoritas pemerintah,
tetapi juga kemampuan untuk memanfaatkan sarana dan teknik kepemerintahan yang
baru yaitu kemampuan membuat kebijakan dasar yang baik dan benar. Pemerintah
tidak perlu memonopoli pembuatan kebijakan dasar tersebut, ia perlu mengajak
dan memberikan kesempatan aktor-aktor lain untuk ikut berperan serta dalam
proses kebijakan tersebut. Peran pemerintah cukup sebagai : catalytic agent, anabler, dan commissioner yang
memberikan arahan (more steering) dan
tidak perlu menjalankannya sendiri (less
rowing) proses kebijakan tersebut. (dalam Soeprapto 2005)
C. Aktor Good Governance
Selanjutnya
menurut UNDP dalam LAN (2000) institusi dari governance memiliki tiga
domain, yaitu: “the state, the private sector, civil
society” yang saling
berinteraksi dan menjalankan fungsinya masing-masing. Ketiga komponen kepemerintahan tersebut harus berhubungan
secara harmonis untuk mencapai adanya sinergi. Hubungan yang harmonis dan
sinergi antar ketiga komponen kepemerintahan ini akan tercapai apabila
ketiganya memiliki kesamaan derajat dan peran serta mampu melakukan saling
kontrol yang efektif satu sama lain. Hubungan yang harmonis (sinergis) antar
ketiga komponen governance tersebut
dapat diiliustrasikan pada bagan seperti berikut.
Keseimbangan Hubungan Tiga Komponen
Governance
Sumber : dalam AKIP LAN&BPKP (2000)
Governance dalam praktek terbaiknya disebut dengan istilah good governance, istilah ini kemudian
menjadi populer dalam lembaga pemerintahan di Indonesia. Ketiga domain tersebut
berada dalam kehidupan masyarakat yang berbangsa dan bernegara dan ketiga
domain tersebut tidak sekedar berjalan tetapi harus baik (good), maka lahirlah istilah good
governance yang sering diartikan kepemerintahan tata pemerintahan yang
baik. Arti good dalam good governance sendiri mengandung dua
pengertian: pertama nilai yang menjungjung tinggi keinginan/kehendak rakyat,
dan nilai-nilai yang dapat meningkatkan kemampuan rakyat dalam pencapaian
tujuan (nasional) kemandirian. Kedua, aspek fungsional dari pemerintah yang
efektif dan efisien dalam pelaksanaan tugasnya untuk mencapai tujuan tersebut (LAN&BPKP,
2000).
Selanjutnya, UNDP (1997)
memberi pengertian good governance sebagai sebuah konsensus yang dicapai
oleh pemerintah, warga negara dan sektor swasta bagi penyelenggaraan
pemerintahan dalam sebuah negara. Hal ini merupakan sebuah dialog yang
melibatkan seluruh partisipan, sehingga setiap orang merasa terlibat dalam
urusan pemerintahan. Secara tegas, UNDP sendiri memberikan definisi good governance sebagai hubungan yang
sinergis dan konstruktif di antara state,
sektor swasta private dan society. Dalam perkembangan berikutnya,
UNDP dalam LAN&BPKP (2000) mengajukan karakteristik good governance sebagai berikut:
1. Participation:
setiap warganegara mempunyai suara dalam pembuatan keputusan, baik secara
langsung maupun melalui intermediasi institusi legitimasi yang mewakili
kepentingannya. Partisipasi seperti ini dibangun atas dasar kebebasan
berasosiasi dan berbicara serta berpartisipasi secara konstruktif.
2. Rule of Law: kerangka
hukum harus adil dan dilaksanakan tanpa pandang bulu, terutama untuk hukum hak
azasi manusia.
3. Transparency: transparansi dibangun atas dasar kebebasan arus
informasi. Proses-proses, lembaga-lembaga dan informasi secara langsung dapat
diterima oleh mereka yang membutuhkan. Informasi harus dapat dipahami dan dapat
dimonitor.
4. Reponsiveness: lembaga-lembaga dan proses-proses harus mencoba untuk
melayani setiap steolders.
5. Consensus
Orientation: good governance
menjadi perantara kepentingan yang berbeda untuk memperoleh pilihan terbaik
bagi kepentingan yang lebih luas baik dalam hal-hal kebijakan-kebijakan
maupunprosedur-prosedur.
6. Equity:
semua warga Negara, baik laki-laki
maupun perempuan, mempunyai kesempatan untuk meningkatkan atau menjaga
kesejahteraan mereka.
7. Effectiveness
and Efficiency: proses-prose dan
lembaga-lembaga menghasilkan sesuai dengan apa yang telah digariskan dengan
menggunakan sumber-sumber yang tersedia yang sebaik mungkin.
8. Accountability: para pembuat keputusan dan pemerintah, sektor swasta
dan masyarakat (civil society)
bertanggung jawab kepada publik dan lembaga-lembaga stakeholders. Akuntabilitas ini tergantung pada organisasi dan
sifat keputusan yang dibuat, apakah keputusan tersebut untuk kepentingan
internal atau eksternal organisasi.
9. Strategic
Vision: para pemimpin dan publik
harus mempunyai perspektif good
governance dan pengembangan manusia yang luas dan jauh ke depan sejalan
dengan kebutuhan pembangunan
Kesembilan karakteristik tersebut di atas saling
memperkuat dan tidak dapat berdiri sendiri. Atas dasar uraian di atas, maka
dapat disimpulkan bahwa wujud good
governance adalah penyelenggaraan pemerintah negara yang solid dan bertanggung jawab, serta
efisien dan efektif, dengan menjaga kesinergisan interaksi yang konstruktif
diantara domain-domain negara (state),
sektor swasta (private) dan
masyarakat (society). Oleh karena good governance meliputi sistem administrasi
publik, maka upaya mewujudkan good
governance juga merupakan upaya melakukan penyempurnaan pada sistem
administrasi publik yang berlaku pada suatu negara secara menyeluruh.
Di Indonesia good
governance mulai di kenal secara lebih dalam ± tahun 1990 sebagai wacana
penting yang muncul dalam berbagai pembahasan, diskusi, penelitian, dan
seminar, baik lingkungan pemerintah, dunia usaha swasta, dan masyarakat
termasuk di lingkungan para akademisi. Sejak terjadinya krisis moneter dan
krisis kepercayaan yang mengakibatkan perubahan dramatis pada tahun 1998,
Indonesia telah mulai berbagai inisiatif yang dirancang untuk mempromosikan good governance, akuntabilitas dan
partisipasi yang lebih luas. Ini sebagai awal yang penting dalam
menyebarluaskan gagasan yang mengarah pada perbaikan governance dan demokrasi partisipasi di Indonesia. good governance di pandang sebagai
paradigma baru dan menjadi ciri yang perlu ada dalam sistem administrasi publik
(Sedarmayanti, 2009).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar