Sabtu, 05 Mei 2012

Bentuk-bentuk legitimasi kekuasaan menurut para ahli filsuf


Bentuk-bentuk Legitimasi Kekuasaan Negara Menurut Para Ahli Filsuf


*                 Niccolo Machiavelli
Saat Niccolo menulis pemikirannya tentang filsafat politik, ia menyaksikan terpecahnya kekuasaan di Italia dengan muncul banyak negara-negara kota yang rapuh, sehingga dapat dipahami bahwa ajarannya mengandung sinisme yang keras terhadap moralitas di dalam kekuasaan. Ia sesungguhnya merindukan suatu keadaan dimana negara merupakan pusat kekuasaan yang didukung sepenuhnya oleh rakyat banyak sehingga roda pemerintahan berjalan lancar. Untuk itu pemimpin harus punya kekuatan dalam mempertahankan kekuasaannya. Kaidah etika politik yang dianut oleh Machiavelli ialah bahwa apa yang baik adalah sesuatu yang mampu menunjang kekuasaan negara.. namun Machiavelli bergerak terlalu jauh ketika mengatakan bahwa tindakan yang jahat pun dapat dimaafkan oleh masyarakat asal penguasa mencapai sukses. Tampak bahwa Niccolo ingin mengadakan  pemisahan yang tegas antara prinsip moral dan prinsip ketatanegaraan. Selain itu, ia tidak memperhitungkan bagaimana sikap-sikap masyarakat terhadap legitimasi kekuasaan. Namun demikian, ia telah berhasil menyuarakan penderitaan rakyat yang tercerai-berai karena intrik politik yang berkepanjangan.

*                 Jean-Jacques Rousseau
Ditinjau dari titik tolak ajaran yang dikemukakannya Rousseau termasuk pemikir utopis, seperti Plato, yang berusaha menggambrkan negara ideal dengan tujuan mengajarkan perbaikan cita-cita rakyat. Rousseau memandang ketertiban dihasilkan sebagai akibat dari hak-hak yang sama. Rousseau berangkat dari asumsi bahwa pada dasarnya manusia itu baik. Negara dibentuk karena adanya niat-niat baik untuk melestarikan kebebasan dan kesejahteraan individu. Dia mengandaikan bahwa keinginan umum dan semua kesejahteraan individu akan muncul bersamaan. Menurutnya segala bentuk kepentingan individu yang menyimpang dari kepentingan umum adalah salah, karena justru orang harus melihat kebebasan itu pada kesamaan yang terbentuk dalam komunitas. Rousseau terlalu idealis dalam memandang manusia, ia lupa bahwa tidak setiap individu mempunyai iktikad baik serta bersedia menyerahkan kebebasan individu demi kebaikan umum. Selain itu dia mengatakan bahwa kepentingan publik kolektif senantiasa memperkuat kebebasan individu sambil menguraikan bahwa setiap pribadi bukan sebagai kesatuan melainkan bagian dari kesatuan yang disebut komunitas. Namun pada dasarnya Rousseau sangat mencintai kesamaan dan ketenangan yang dijamin oleh negara melalui keutuhan masyarakat yang organis.

*                 Thomas Hobbes
Dasar dari ajaran Hobbes adalah tinjauan psikologi terhadap motivasi tindakan manusia. Dia menemukan bahwa manusia selalu memiliki harapan dan keinginan yang terkadang licik dan emosional. Semua itu akan berpengaruh apabila seorang manusia menggenggam kekuasaan. Hobbes mengaitkan masalah tersebut dengan legitimasi kekuasaan politik. Hobbes mengatakan bahwa untuk menertibkan tindakan manusia, negara harus membuat supaya manusia itu takut dan perkakas utama yang harus digunakan adalah tatanan hukum. Negara harus benar-benar kuat agar mampu memaksakan hukum melalui ancaman yang paling ditakuti manusia., yaitu hukuman mati. Pembentukan undang-undang digariskan dengan tujuan untuk mencegah anarki. Oleh karena itu, negara harus berkuasa jika tidak ingin keropos karena banyaknya anarki.
Hobbes adalah orang pertama yang menyatakan paham positivisme hukum, bagi dia hukum di atas segala-galanya. Namun Hobbes lupa bahwa tindakan manusia tidak hanya ditentukan oleh emosi, karena manusia dikaruniai akal budi. Dan pendirian suatu negara juga bukan hanya atas pertimbangan emosional tapi juga pemikiran rasional. Kesimpulan dari Hobbes bahwa pembatasan konflik dilakukan melalui saran hukum,

*                 Plato
Plato adalah pemikir yang pertama berbicara mengenai negara ideal. Dia bermaksud membangun suatu masyarakat dimana orang banyak menyumbang kepada kemakmuran komunitas tanpa adanya kekuasaan kolektif yang merusak.
Dalam model distribusi kekuasaan antara penguasa dan yang dikuasai, Plato mengandaikan bahwa para penguasa memperoleh hak memakai kekuasaan untuk mencapai kebaikan publik dari kecerdasan mereka. Oleh sebab itu, dengan merujuk pada sistem monarki yang lazim pada waktu itu, Plato merumuskan bahwa pemerintahan akan adil jika raja yang berkuasa adalah seorang yang bijaksana. Kebijaksanaan kebanyakan dimiliki oleh seorang filsuf. Maka konsepsi tentang “filsuf raja” atau “raja filsuf” banyak disebut sebagai inti dari teori Plato mengenai kekuasaan negara.selain itu Plato mengatakan bahwa kebaikan publik akan tercapai jika setiap potensi individu terpenuhi.
Teori Plato memang masih mengandung banyak kelemahan karena adanya beberapa pertanyaan mendasar yang belum terjawab. Jika dibandingkan dengan kondisi negara-negara modern sekarang ini, model Plato terasa sangat utopis. Untuk menerima model ini kita perlu menerima pemikiran bahwa kualitas dasar individu secara alamiah berbeda. Pemikiran Plato sudah mampu menjadi peletak dasar sistem kenegaraan modern. Legitimasi negara tidak harus selalu dikaitkan dengan hal-hal supernatural dan masalah-masalah sakral yang ada di luar jangkauan pemikiran manusia.

*                 Thomas Aquinas
Masalah keadila diterjemahkan oleh pemikir ini ke dalam dua bentuk, yaitu pertama, keadilan yang timbul dari transaksi-transaksi seperti pembelian penjualan yang sesuai dengan asas-asas distribusi pasar, dan kedua, menyangkut pangkat bahwa keadilan yang wajar terjadi bila seorang penguasa atau pemimpin memberikan kepada setiap orang apa yang menjadi haknya berdasarkan pangkat. Kemudian Thomas Aquinas membahas tentang hukum melalui pembedaan jenis-jenis hukum menjadi tiga, yaitu:
a.       Hukum Abadi (Lex Externa)
Kebenaran hukum ini ditunjang oleh kearifan Ilahi yang merupakan landasan dari segala ciptaan. Manusia merupakan salah satu makhluk yang mencerminkan kebijaksanaan Sang Pencipta. Makhluk itu ada, berbentuk/berkodrat sebagaimana yang dikehendakinya. Oleh sebab itu, manusia sebagai makhluk yang berakal wajib memenuhi setiap kehendak Tuhan dan mempertanggungjawabkannya.
b.      Hukum Kodrat (Lex Naturalis)
Hukum ini dijadikan dasar dari semua tuntutan moral. Tampak dia bukan hanya membuat pembahasan yang berkaitan dengan etika religius tanpa menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang mengapa Tuhan menghendaki keadilan. Menurut
Aquinas, Tuhan menghendaki agar manusia hidup sesuai kodratnya. Itu berarti bahwa manusia hidup sedemikian rupa sehingga ia dapat berkembang, membangun dan menentukan identitasnya, serta mencapai kebahagiaan.
c.       Hukum Buatan Manusia (Lex Humana)
Hukum ini untuk mengatur tatanan sosial sesuai dengan nilai-nilai kebajikan dan keadilan. Norma hukum berlaku karena adanya perjanjian antara penguasa dengan rakyatnya. Di dalamnya tersirat rakyat akan taat pada penguasa, dan penguasa berjanji akan mempergunakan kekuasaannya demi kepentingan masyarakat umum. Namun Aquinas menekankan bahwa isi hukum buatan manusia hendaknya sesuai dengan hukum kodrat.kekuasaan harus memiliki legitimasi etis. Dia menegaskan bahwa hukum yang bertentangan dengan hukum kodrat merupaka “penghancur hukum”. Untuk itu Aquinas menggolongkan dua corak pemerintah, yaitu: pemerintahan berdasarkan kekuasaan (despotik), dan pemerintahan yang sesuai dengan kodrat masyarakat sebagai individu yang bebas (politik).

4 komentar:

  1. Ali Sadikin adalah Gubernur paling legendaris dalam sejarah Jakarta. Ia hadir di tengah situasi kacau, saat itu Gubernur DKI masih ad interim dan dijabat Sumarno, sementara sebelumnya Gubernur DKI adalah Henk Ngantung, seorang seniman yang amat dikagumi Bung Karno.

    Pengangkatan Ali Sadikin dengan mempertimbangkan beberapa hal, seperti perlunya keamanan di Djakarta dan pembangunan Djakarta terus berlanjut. Tapi yang paling penting adalah upaya Bung Karno membentengi dirinya atas hajaran Suharto yang secara sepihak mengumumkan Surat Perintah 11 Maret 1966, atau yang oleh Bung Karno di sebut sebagai SP 11 Maret 1966 dan oleh kelompok Suharto disebut Supersemar.

    Tingkat Spanning (ketegangan) politik amat tinggi waktu itu. Setelah diketahui para Jenderal yang bersekutu dengan Suharto masuk ke Ring I, Sukarno : maka para Jenderal yang loyal dengan Bung Karno bersiap-siap melindunginya. Mayjen Ibrahim Adjie dari Divisi Siliwangi berusa terus menjaga hubungan dengan Bung Karno, tapi ia sedikit demi sedikit sudah di blok kelompok Mayjen HR Dharsono, sementara dari Surabaya, Panglima KKO sudah mulai bersuara keras untuk membela Sukarno, sementara dari kubu Sri Sultan Hamengkubuwono IX sendiri malah tak sabar dengan Suharto, Sultan minta kepada Kemal Idris untuk take over Suharto karena terlalu lama berdialog dengan Bung Karno.


    BalasHapus
  2. Kekacauan politik yang sedemikian rupa, ditambah makin melemahnya Sukarno dalam berhadapan dengan Suharto, membuat Sukarno kuatir sendiri atas keamanan Djakarta, selain itu ia juga masih bermimpi untuk tetap menjaga Djakarta sebagai kota yang berbudaya, kota yang hidup sesuai dengan apa yang Bung Karno impikan.

    Jelas bagi Bung Karno, bila ia meneruskan Sumarno terus menjabat jadi Gubernur DKI, situasi kota tak akan efektif, saat itu banyak sabotase dan sabotase yang paling kentara adalah sabotase ekonomi, seperti kelangkaan beras.

    Bung Karno sedang diserang kanan kiri, di Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali dan Sumatera pembantaian terus terjadi. Orang-orang yang dituduh PKI dan ditengarai juga bersimpati pada Bung Karno ditangkapi lalu digiring ke penjara-penjara, banyak juga yang dibantai. Situasi amat tegang waktu itu.

    Di saat itu kemudian Ali Sadikin hadir dalam benak Sukarno, saat dirinya terus ditekan kelompok Suharto dan tekanan Internasional yang dilakukan banyak pers barat, Bung Karno harus bertindak cepat. : Menyelamatkan Djakarta..!!

    Skenario politik terbesar saat itu adalah, apabila kekuatan Suharto mengecil maka Ali Sadikin bisa mengatur keamanan Djakarta berdiri berada di blok Bung Karno. Sukarno juga tau bahwa Ali adalah orang yang keras, walaupun ini masih spekulasi bila awalnya Bung Karno hendak menjadikan Yani sebagai Putera Mahkota, maka Ali adalah putera mahkota yang direstui Bung Karno untuk jabatan Presiden 1975. Karena pengangkatan Ali bukanlah persoalan teknis administratif belaka, tapi soal politik tingkat tinggi, terbukti di masa-masa selanjutnya memang Ali Sadikin adalah rivaalitas Suharto paling kuat sepanjang sejarah Orde Baru.

    BalasHapus
  3. Ali Sadikin akhirnya diangkat jadi Gubernur DKI 29 April 1966, Ali yang waktu itu masih menjabat Menteri Perhubungan, langsung bertindak sebagai Gubernur DKI. Pagi itu jam 10.00 di Istana Negara, Bung Karno lantik Ali dan bicara panjang lebar dengan Ali, disinilah kemudian Ali meresapi apa maunya Bung Karno.

    Yang paling diingat Ali Sadikin pada pidato Bung Karno ‘ de mens leeft niet van brood allen. De meens leeft niet van brood allen…!!…manusia tidak hidup dari makanan thok..!! tulis itu wartawan… manusia hidup tidak dari makan thok…

    Ali diam lama sekali dan memperhatikan mata Sukarno, setelah pelantikan Ali Sadikin tau bahwa dalam keceriaan Bung Karno ada kesedihan mendalam. Saat itu Bung Karno langsung ngajak Ali ke ruangan tamu Istana di samping ruang pelantikan, Bung Karno senang dengan kecerdasan isteri Ali Sadikin, Nani Sadikin. Lalu Bung Karno cerita soal Jakarta yang ia impikan. Dalam cerita panjang lebar itu, hati Ali bersumpah “Saya akan jaga Djakarta sepenuh hati saya”.

    Apa yang dikatakan Bung Karno dalam cerita-ceritanya itu, ia perhatikan baik-baik, ia pegang baik-baik. Lalu Ali Sadikin langsung berkantor di Gedung Pemda DKI, di tahun-tahun pertama pengurusannya ia banyak memperhatikan apa yang sedang berkembang.

    Sementara di luaran sana kelompok Suharto bekerja cepat merangsek kubu Bung Karno, Suharto membangun jaringan politik yang menjebak Sukarno tak bisa kemana-mana. Pada akhirnya Sukarno dimasukkan ke dalam dua pilihan : Kalah atau Melawan dengan resiko Bangsa Pecah, - maka Bung Karno memilih opsi kedua, ia membiarkan dirinya hancur asal Indonesia jangan hancur, - dibalik kehancuran Sukarno ada impian yang masih dipegang Ali Sadikin yang meloncati sejarah, membawa sejarah ke peradaban modern-nya sebuah kota.

    Suharto membiarkan saja Ali, karena ia tidak ingin clash dengan Angkatan Laut, tapi Harto dengan cerdik memasang Sudomo sebagai pengimbang Ali, Sudomo adalah wakil Suharto saat ia menjabat Panglima Dwikora, saat operasi perebutan Irian Barat. Suharto amat mengenal baik perilaku Sudomo dan ia menilai Sudomo adalah orang yang teramat loyal pada dirinya, sepanjang Ali masih di Djakarta Sudomo selalu melekat pada pertarungan diam-diam, di pihak lain Suharto memasang Jenderal Sumitro sebagai bagian laing pelingkar Ali Sadikin agar jangan Ali keluar garis.

    Dikepung banyak sisi, Ali tetap bertahan bahkan ia bisa membuktikan untuk melanjutkan mimpi Bung Karno. Saat Ali menghadap Pak Harto, Ali baru tau bahwa anggaran Djakarta di masa Suharto awal berkuasa hanya : Rp. 66 juta per tahun..!, bayangkan pikir Ali, ini saja dengan penyelundupan atau perdagangan illegal kalah banyak. Suharto memang akan menyingkirkan diam-diam lewat politik anggaran.

    Ali tak kalah akal, ia harus bermain cerdik, ia rangkul seluruh elemen masyarakat. Agenda kerjanya dilakukan secara bertahap, sesuai dengan permintaan Bung Karno. Ali ingat Bung Karno berkata : Pemimpin sebuah kota harus mengetahui City Planning, harus mengetahui Accynering, harus mengetahui architectuur, harus mengetahui hygiene, harus mengetahui hal sampah, harus mengetahui selokan, harus mengetahui hal-hal pertanian.

    BalasHapus