CRITICAL REVIEW
PEMIKIRAN POLITIK DI ERA TRANSISI
I. PENDAHULUAN
Critical review ini terdiri dari dua sumber buku yang dijadikan sebagai acuan yaitu diantaranya :
(1) Filsafat Politik (kajian historis dari zaman Yunani Kuno sampai Zaman Modern), buah karya dari Henry J. Schmandt(2009), cetakan ke-3.
(2) Filsafat Politik antara Barat dan Islam, buah karya dari Dr. Ali Abdul Mu’ti Muhammad(2010) cetakan ke-1.
Pada critical review ini, kami memfokuskan pembahasan materi mengenai filsapat politik di era transisi yang didalamnya berisi : pemikiran politik zaman pertengahan, Machiavelli, negara yang berdaulat, Martin Luther, dan Jean Bodin. Dari kedua buku tersebut, kami membandingkan pendapat-pendapat dari para penulis dengan memberikan critical review terhadap pemikiran penulis tersebut serta mengenai pemikiran politik para ahlinya.
Pemikiran-pemikiran politik yang ada pada di era transisi ini patut untuk kita fahami untuk menjadi suatu acuan serta pembelajaran bagi kehidupan kita sehari-hari agar dapat membedakan mana yang seharusnya dilakukan dan tidak dilakukan.
II. RINGKASAN
A. Pemikiran Politik Zama Pertengahan
(Di kutip dari buku : Filsafat Politik (kajian historis dari zaman Yunani Kuno sampai Zaman Modern), buah karya dari Henry J. Schmandt(2009), cetakan ke-3. )
Zaman pencerahan merupakan sebuah gerakan pembaharuan atau pencerahan terhadap suatu tatanan kehidupan yang dianggap tidak sesuai dengan tuntutan zaman di Eropa. Pada zaman ini memberikan suatu semangat kritisme yang muncul di bidang filsafat, sastra dan disiplin ilmu klasik, serta semangat untuk melakukan penelitian dengan rasa kepercayaan diri yang tinggi.
Secara intelektual dan budaya, pencerahan menyaksikan meningkatnya minat dalam seni dan sastra, dan bersamaan dengan itu berkurangnya pada etika, metafisika, dan teologi. Orientasinya adalah menuju yang sekuler dan sekulerisme, bukan religious dan spiritual.
Misalnya seperti uang logam, sebagai pengganti barter mulai digunakan dan perdagangan berkembang cepat. Dari segi sosial,kelas menengah-kaum borjuis, pedagang-mulai menjadi pusat kehidupan sosial dan ekonomi bagi dirinya yang berpindah ke kota-kota yang mulai berkembang.
(Di kutip dari buku : Filsafat Politik antara Barat dan Islam, buah karya dari Dr. Ali Abdul Mu’ti Muhammad(2010) cetakan ke-1. )
Secara historis Renaisans ini terjadi pada pertengahan abad ke-14 sampai akahir abad ke-16. Italia merupakan negara yang mengusung gerakan tersebut. Ada beberapa faktor penting yang melahirkan gerakan renaisans di Eropa, di antaranya :
1. Perang antar suku dan etnis, sehingga menimbulkan perpecahan di Eropa Timur dan membangkitkan kesusastraan setiap bahasa
2. Munculnya seorang sastrawan dan pemikir terkenal di Italia seperti Dante adalah sebuat refleksi dari kebangkitan sastra tersebut. Ia juga menjadi rujukan penting ilmu sastra pada saat itu
3. Dorongan untuk mengumpulkan beberapa manuskrip penting dan mempelajarinya
4. Munculnya percetakan-percetakan buku secara besar-besaran pada akhir abad ke-15
5. Kemajuan yang mulai terjadi di Barat pada awal abad ke-15 sehingga banyak pemikir yang berdatangan kesana untuk mendapatkan suaka politik. Hal ini banyak memberikan keuntungan bagi pertumbuhan pemikiran di Eropa.
Hal itulah di antara beberapa faktor penting lahirnya gerakan renaisans di Eropa yang berpusat di Italia. Hal ini dikarenakan Italia adalah salah satu wilayah yang paling berkembang dan maju saat itu. Kemudian beberapa pengaruh yang terjadi di Eropa akibat geraka Renaisans, diantaranya sebagai berikut :
1. Perlawanan terhadap agama, moral, dan etika untuk memisahkannya dari ruang politik, sosial, ekonomi, budaya dan sains. Gerakan ini diusung oleh Marchiavelli dan Bodin
2. Munculnya sastra nasionalisme di Eropa
3. Tumbuhnya semangat kebangkitan untuk melakukan pembaharuan dan inovasi pada setiap aspek politik, ekonomi, sastra, seni dan ilmiah
4. Munculnya gerakan reformasi agama yang melahirkan aliran baru dalam agama Kristen yang disebut dengan aliran Kristen Protestan
5. Gerakan Renaisans memberikan cara baru kepada bangsa Eropa dalam memahami arti kehidupan dan alam semesta.
B. Machiavelli
(Di kutip dari buku : Filsafat Politik (kajian historis dari zaman Yunani Kuno sampai Zaman Modern), buah karya dari Henry J. Schmandt(2009), cetakan ke-3. )
Niccolo Machiavelli adalah anak zaman Renaisans yang dilahirkan di Florence, Italia pada 3 Mei 1469 M dan wafat pada 21 Juni 1498 M. Ketika Florence menjadi sebuah republik, ia memperoleh jabatan pemerintah yang bertanggungjawab atas kebijakan-kebijakan negara, di antaranya menyangkut masalah pertahanan negara dan hubungan-hubungan luar negeri. Namanya pun kemudian mencuat sebagai seorang politisi ulung.
Sebuah karya yang ditulis Machiavelli pada mulanya untuk “merebut hati” keluarga penguasa Medici. Dengan menulis buku itu, Machiavelli berharap bisa direkrut kembali sebagai pejabat negara dalam pemerintahan Medici di Italia ketika itu. Tapi upaya itu gagal, Machiavelli harus menerima kenyataan dirinya tetap diasingkan (dan sebelumnya disiksa, 1513) oleh penguasa Medici.
Sekalipun gagal “merebut hati” penguasa Medici, Buku The Prince berhasil memperoleh popularitas di kalangan publik Italia. Hal itu karena The Prince memberkan wacana baru tentang bagaimana cara memperoleh dan mempertahankan kekuasaan. The Prince merekomendasikan untuk menggunakan kebengisan, pengkhianatan, kekejaman, dan cara-cara iblis demi meraih kekuasaan politik. Machiavelli sangat mengagumi Cesare Borgia yang mempraktikan pengkhianatan, penyiksaan dan pembunuhan sebagai cara meraih dan mempertahankan kekuasaan. Dalam persfektif Machiavellian, metode Cesare Borgia sangan efektif dalam meraih dan mempertahanakan kekuasaan. Kedua, Machiavelli merupakan pemikir yang termasuk paling ilmiah dan sistematis merumuskan bagaimana memperoleh dan mempertahankan kekuasaan dengan prinsip menghalalkan segala cara demi mencapai tujuan. Ketiga, Machiavelli membedakan secara tegas antara kepentingan-kepentingan kekuasaan dengan prinsip-prinsip moralitas. Keduanya merupakan domain yang berbeda.
Disinilah letak perbedaan radikal antara Machiavelli denga para filosof sebelumnya. Umumnya para filosof merekomendasikan keadilan, kejujuran, simpati, kasih sayang, dan kebajikan-kebajikan moral lainnya sebagai cara untuk memperoleh kekuasaan.
(Di kutip dari buku : Filsafat Politik antara Barat dan Islam, buah karya dari Dr. Ali Abdul Mu’ti Muhammad(2010) cetakan ke-1. )
Machiavelli dikenal sebagai seorang pakar politik kekuasaan, dan Max Lerner menyebutnya “Bapak Politik Kekuasaan”, serta sebagaimana dikemukakan oleh banyak para ahli, G.H. Sabine berpandangan karya-karya Machiavelli mengenai politik kurang dapat digolongkan dalam teori-teori politik, lebih tepat dimasukkan dalam jenis tulisan diplomatik.
Machiavelli beranggapan bahwa untuk menjunjung tinggi sebuah simbol negara, maka diperlukan cara-cara yang tidak boleh dikaitkan dengan asas nilai atau moral. Menurutnya, penguasa berhak melakukan apapun, baik atau buruk, cara halus atau cara kasar, untuk mempertahankan kekuasaannya dari segala ancaman yang akan mereduksi legitimasinya yang itu dikhawatirkan oleh Machiavelli akan menimbulkan disintegrasi nasional. Nilai-nilai keagamaan, moralitas adalah hal yang harus dipisahkan dari unsur-unsur politik kenegaraan. Agama hanyalah sebagai penopang, atau kendaraan yang mampu digunakan seperlunya, selama itu mendukung pada kepentingan penguasa dalam berkuasa.
C. Negara Yang Berdaulat
(Di kutip dari buku : Filsafat Politik (kajian historis dari zaman Yunani Kuno sampai Zaman Modern), buah karya dari Henry J. Schmandt(2009), cetakan ke-3. )
Selama zama pertengahan tidak terdapat konsepsi yang jelas tentang negara sebagai lembaga bedaulat yang menjalankan kekuasaan tertinggi dengan batas-batasnya sendiri dan mempunyai kemerdekaan penuh dari entitas politik lain yang ada diluar batas-batas teritorinya. Kehadiran dua wilayah kekuasaan-gereja dan negara- masing-masing dengan organisasi dengan sistem hukumnya sendiri.
Dampak feodalisme yang terdesentralisasi pada kontrol politik, dan fiksi tentang kerajaan dunia. Kerajaan dunia menjadikan ide kedaulatan nasional sulit dipahami. Terdapat empat kendala yang ada dalam doktrin tentang letak kedaulatan selama abad pertengahan, yaitu :
a) Ide tentang dominasi hukum ketuhanan dan hukum alam terhadap hukum positif
b) Konflik gereja-negara
c) Gagasan tentang bentuk pemerintah gabungan
d) Kondisi feodal negara
Para penulis klasik dan abad pertengahan menyadari perlunya kekuasaan tertinggi dalam badan politik. Mereka melihat bahwa harus ada orang atau lembaga tertinggi yang mempunyai kekuasaan untuk membuat keputusan politik terakhir yang tidak terikat pada otoritas pemerintah yang lebih tinggi darinya. Namun demikian, mereka tidak melihat kekuasaan tertinggi sebagai yang absolut, mereka menganggap kekuasaan tersebut tetap tunggu pada hukum ketuhanan, hukum alam, kebiasaan. Dengan lahirnya negara nasional dan monarki yang terpusat, ide tradisional tentang kekuasaan politik mulai mengalami modifikasi dasar yang mengubah wataknya secara radikal. Bukti pertama akan perubahan ini terlihat dalam pemikiran politik akhir abad ke-16.
Teori Ketuhanan Raja
Pemikiran abad pertengahan menekankan kesucian kekuasaan sekuler dan perlunya ketundukan padanya sepanjang kekuasaan tersebut tetap adil. Sementara para pemikir protestan jaman reformasi bahkan memberi tekanan lebih besar oleh para pemikir protestan jaman reformasi bahkan memberi tekanan lebih besar oleh sifat ketuhanan dari otoritas politik, konsep tersebut pada umumnya tetap saja berupa bahwa kekuasaan raja berasal dari Tuhan dan dari rakyat. Tidak ada reformis yang berusaha merumuskan dalam pengertian yang spesifik dan teoritis menyangkut ide bahwa penguasa memperoleh otoritasnya dari intervensi langsung Tuhan dan karena nya berada diluar dan lebih tinggi dari masyarakat. Sepanjang doktrin kepatuhan pasif dominan dalam negara nasional yang sedang tumbuh, para pendukung absolutisme kerajaan setuju membiarkan teori yang ada tanpa terusik. Namun ketika juru bicara agama baik katolik maupun protestan, mulai mengedepankan doktrin presistensi aktif rakyat pada kekuasaan tirani, beberapa pendukung model kerajaan menentangnya dengan mencoba memberi hak khusus kepada raja.
D. Marthin Luther
(Di kutip dari buku : Filsafat Politik antara Barat dan Islam, buah karya dari Dr. Ali Abdul Mu’ti Muhammad(2010) cetakan ke-1. )
Martin Luther lahir pada tanggal 10 November 1483 di negara Eisleben di daerah Saxony. Luther kecil adalah seorang anak yang cerdas. Pada tahun 1501, Ia memilih menempuh jalan kependetaan Augustian dan menjadi pendeta bagi sekelompok pengikut Augustian yang reformer. Luther tidak sadar bahwa dimasa yang akan datang Ia akan menyerang dan membuang kependetaan. Ia sendiri yang menghancurkan sendi-sendi gereja katolik. Ia pulalah pencetus gerakan Protestan yang membagi Eropa ke dua kubu yang sulit dipertemukan.
Luther memiliki keutamaan tersendiri karena dua pemikirannya yang penting dalam bidang politik. Pertama, pemisahnnya secara mutlak antara kepentingan dan kekuasaan dunia dengan kepentingan dan kekuasaan spiritual. Kedua, pemikirannya yang mengatakan bahwa diantara kewajiban orang kristen adalah ketundukan tang pasif terhadap undang-undang politik dan sosial. Di dalam suratnya yang ia tulis untuk para cendikiawan dari kalangan kristen Jerman, Luther menjelaskan bahwa tujuan yang hendak ia raih adalah membangkitkan rasa nasionalisme jerman untuk melawan rasa nasionalisme Italia dengan konsekuensi wajib menghapus bentuk kekuasaan Paus di luar zona gereja Romawi.
Luther berpendapat bahwa semua hal yang berkaitan dengan kekayaan, kedudukan, atau materi pada umumnya harus merupakan urusan pemerintah dunia semata. Sesugguhnya Paus, para uskup, dan para pendeta hanyalah pegawai yang ikut menata kegiatan politik. Luther memberikan warna pada ketuhanan pada pemerintahan sipil. Ia berpendapat bahwa menegakan pemerintahan sipil yang kekuasaanya mengikuti model yang ditetapkan oleh Allah merupakan suatu keharusan, karena mayoritas manusia bukanlah orang kristen . Pada kesempatan lain Luther menegaskan bahwa injil mendorong orang kristen untuk tunduk pada pemerintahan sipil. Diantara kewajiban orang kristen lainnya adalah taat pada pimpinan dan melindunginya walaupun pemimpin tersebut berbuat salah. Oleh karena itu rakyat wajib melaksanakan perintah-perintah pimpinan, baik mereka itu orang kristen atau bukan.
Adapun beberapa faktor penyebab dan latar belakang munculnya gerakan reformis protestan, antara lain :
a) Produk perlawana terhadap gereja katolisisme
Selama berabad-abad gereja dan lembaga kepausan telah banyak melakukan penyimpangan keagamaan tanpa ada satupun yang bisa menentang atau meluruskan penyimpangan-penyimpangan itu. Kalaupun ada, biasanya gagal dan berkahir secara dramatis seperti yang dialami Giordano Bruno.
b) Terjadinya perkembagan kapitalisme dan krisis-krisis ekonomi di kawasan imperium Roma.
Inilah faktor ekonomi yang menjadi acuan munculnya gerakan reformasi protestan. Perkembangan kapitalisme yang sedemikian cepat yang terjadi di Eropa, khususnya Italia, Jerman, Inggris, Perancis, dan lain-lain membawa dampak serius terhadap doktrin keagamaan. Seperti kasus tentang ajaran pembungaan uang dengan permasalahan dihalalkan atau diharamkan.
c) Penarikan pajak-pajak yang memberatkan
Dalam masalah penarikan pajak yang dirasa memberatkan, berdampak terhadap permasalahan krisis ekonomi. Merasa tertekan akibat pajak penduduk, terutama dari kalangan bawah (petani, pekerja dan lain-lain), yang berada dalam dominasi imperium gereja katolik. Ini mengakibatkan dari kalangan bawah merasa tertekan ekonomi, pendapatan kas gereja melimpah ruah, dan banyak melakukan pembangunan-pembangunan gereja mewah vatikan. Di lain sisi, di daerah-daerah lain seperti jerman mengalami kesulitan dan untuk membangun rumah ibadah. Kasus seperti inilah yang akhirnya timbul tuntutan untuk dihapuskannya pemungutan pajak yang dilakukan oleh orang-orang bangsawan.
d) Kebangkitan nasionalisme di Eropa
Nasionalisme tumbuh subur di Eropa utara seperti Inggris, Perancis dan Jerman. Ini disebabkan karena warganya dalam intervensi Paus dalam permasalahan internal negara yang bersangkutan. Dengan kata lain, mereka berhak untuk menentukan nasibnya sendiri,. Paus dianggap sebagai kekuatan asing yang eksploritatif dan harus dilawan.
E. Jean Bodin
(Di kutip dari buku : Filsafat Politik (kajian historis dari zaman Yunani Kuno sampai Zaman Modern), buah karya dari Henry J. Schmandt(2009), cetakan ke-3. )
Jean Bodin : Teori Negara yang Berdaulat
Jean Bodin (1530-1596) biasanya dihubungkan dengan asal-usul konsep modern tentang kedaulatan. Dia lahir di Anjou, Prancis, dari keluarga kelas menengah yang kaya, Bodin belajar filsafat dan bahasa di Paris dan hukum di Toulouse. Pada tahn 1561 ia meninggalkana profesi pengajar dan menjalani profesi sebagai praktisi hukum di Paris. Sepuluh tahun kemudia ia masuk kedalam rumah tangga saudara raja, Duke of Alecon, sebagai penasehat. Dari sini dia mulai mengetahui dunia politik, dengan kedudukannya ini ia menggunakan kesempatan sebaik mungkin untuk memperluas pengetahuannya tentang masalah kenegaraan.
Karya terbaik Bodin adalah Six Book of Commonwealth. Ini sangat penting sebagai karya pertama yang membahas teori kedaulatan modern. Commonwealth menawarkan pernyataan filasafat politik yang paling matang dalam abad ke-16. Bodin berusaha mengedepankan prinsip-prinsip fundamental yang diatasnya tatanan sosial yang permanen dibangun, ia yakin bahwa tugas pertama adalah menemukan pemahaman yang jelas mengenai otoritas politik. Ia menganggap menemukan elemen dasar ini dalam doktrin kedaulatannya.
Warga Negara
Bodin mendefinisikan negara sebagai pemerintahan yang tertata dengan baik dari beberapa keluaraga serta kepentingan bersama mereka oleh kekuasaan yang berdaulat. Ia mencatat terdapat empat unsur pokok yang perlu dilihat disini: tatanan yang benar, keluarga, kekuasaan yang berdaulat, dan tujuan bersama. Kehidupan yang baik dan bahagia yang oleh para pemikir klasik dianggap sebagai elemen negara tidak masih dalam bagian disini meskipun ia merupakan tujuan tertinggi yang harus diperjuangkan.
Bodin mengikuti Aristoteles dalam pendirian bahwa keluarga dan individulah yang menjadi unit dasar negara. Lebih dari itu, keluarga adalah komunitas alamiah yang melahirkan masyarakat yang lebih kompleks. Bodi yakin bahwa manusia, sebagai akibat kejatuhan, adalah curang dan suka memberontak. Ia yakin bahwa kebutuhan pokok manusia adalah disiplin dalam mengekang dorongan jahatnya. Ia mendesak agar otoritas ayah diperkuat, hanya dengan cara ini kebiasaan patuh bisa ditanamakan pada mereka, sehingga dikemudian hari mereka akan menjadi warga negara yang patuh kepada penguasanya.
Meskipun Bodin mengikuti aristoteles dalam menekankan keluarga sebagai satuan pokok masyarakat, ia tidak menerima perbedaan pendahulunya ini antara ayah terhadap keluarga dan kekuasaan politik. Dengan mengabaikan perbedaan ini, Bodin mampu menerapkan analogi keluarga agar cocok dengan tujuan teori politik. Menurut Bodin, negara mempunyai asal-usul dalam kekuatan dan kekerasan. Keadaan alamiah menurut hobbes “kekuasaan, kekerasan, ambisi, kebencian, dan nafsu membuat manusia bermusuhan satu sama lain. Kondisi ini mendorong keluarga-keluarga untuk bersatu demi pertahanaan bersama dan keuntungan lainya serta untuk mengakui kekuasaan politik yang berdaulat. Menurut Bodin, Aristoteles dan pemikir lain adalah salah, dengan mengira bahwa penguasa pertama dipilih karena keadilan dan kebajikan mereka. Sebaliknya, mereka adalah orang-orang yang mempunyai kekuatan fisik yang diperlukan untuk mendukung orang lain dii bawah perintah mereka.
Kedaulatan
Bodin berpendapat bahwa elemen yang membedakan negara dari semua bentuk asosiasi manusia yang lain adalah kedaulatan. Tidak ada commonwealth yang sejati tanpa kekuasaan yang ada berdaulat yang menyatukan semua anggotanya. Suatu otoritas yang mutlak dan tertinggi yang tunduk pada kekuasaan manusia lainnya harus ada dalam lembaga politik. Ini adalah prinsip pertama dan paling fundamental dari teori politik Bodin. Menuru Bodin kedaulatan adalah kekuasaan absolut dan abadi yang diletakan pada commonwealth.
Kualitas-kualitas dasar dari kedaulatan adalah kemutlakan, kelanggengan, dan tidak dapat dibuang (indivisibility). Kedaulatan adalah permanen karena tidak ada batas waktu yang ditetapkan dalam pelaksanaanya. Yang akhirnya kekuasaan tidak dapat dibagi-bagi karena bertentangan dalam istilahnya. Tanda khas dan mendasar dari kedaulatan adalah kekuasaan untuk membuat hukum dan melaksanakan kedaulatan ini.
Bodin keberatan dengan klasifikasi pemerintah aristoteles menjadi bentuk yang baik dan buruk, dengan menyatakan bahwa hanya tiga jenis pemerintah dan ketiganya dibedakan oleh kedudukan dari kedaulatan: pada satu orang, beberapa orang, atau banyak orang. Bodin juga menolak ide negara gabungan denga alasan bahwa jenis negara ini, dengan pembagian kekuasaanya, tidak bisa eksis, karena kedaulatan pada dasarnya tidak bisa dibagi-bagi. Dan di bawah konstitusi gabungan akan terdapat perselisiahan tentang apakah kedaulatan terletak pada raja, sebagian orang atau semua orang.
Arti Penting Bodin
Dalam menilai filsafat politik Bodin, ada dua pertannyaan yang bisa diajukan: (1) apakah ada suatu yang baru dalam idenya tentang kedaulatn yang berbeda dari teori sebelumnnya? dan (2) dengan melihat bahwa ia mengitrodusir elemen baru dalam konsep otoritas politik, apakah pengaruhnya bagi perkembangan pemikiran politik dimasa depan?. Bodin dalam batas tertentu tetap menjadi tradisi abad pertengahan, sebagaimana terbukti dalam pendiriannya akan ketundukan penguasa pada hukum alam dan hukum ketuhanan dan pada batas-batas spesifik lainya.
Karena Bodin menerapkan pembatasan ini pada penguasa, maka banyak pemikir yang berpendapat bahwa dia dalam persimpangan jalan antara pemikiran abad pertengahan dan pandangan modern tentang kedaulatan sebagai hukum sepenuhnya bebas dari hukum dunia. Jika konsep klasik dan pertengahan tentang negara sebagai komunitas individu yang mempunyai hukum dan konstitusi sendiri adalah benar, maka upaya Bodin untuk menyamakan kedaulatan dengan penguasa secara logis adalah mustahil.
Kedaulatan menurut pandangan tradisional terletak komunitas politik dan bukan pada individu yang menjalankan kekuasaan publik pada batas waktu tertentu. Untu mengatasi hal ini Bodin menyatakan bahwa rakyat sebagai badan politik secara mutlak dan tanpa syarat memisahkan diri dari kekuasaan totalnya dengan tujuan menyerahkan kekuasaan pada penguasa. Ini bukan pendelegasian tetapi penyerahan secara penuh kekuasaan. Dengan kenyataan akan pelepasan total ini penguasa mempunyai kedudukan diatas dan mengatasi semua tatanan politik. Implikasi dari pemikiran ini menjadi dasar bagi doktrin absolutisme murni.
(Di kutip dari buku : Filsafat Politik antara Barat dan Islam, buah karya dari Dr. Ali Abdul Mu’ti Muhammad(2010) cetakan ke-1. )
Menurut Bodin, manusia sendirilah yang menciptakan peristiwa-peristiwanya. Oleh karena itu ia sendiri pula lah yang menciptakan sejarahnya dengan pengaruh cuaca seperti hujan, angin, topografi, dan mengikuti jaln kejadian-kejadian sejarah. Oleh karena itu Bodin menarik kesimpulan bahwa lingkungan alam mempunyai pengaruh pada manusia dan sejarahnya, serta arah politiknya yang juga merupakan bagian sejarah.
Tidak ada madzhab jelas yang membantunya dalam menyusun materi-materi sejarahnya. Karya-karyanya sendiri membutuhkan anotasi dan syarah, terutama tentang contoh-contoh peristiwa sejarah, yang menawarkan perincian terhadap pembaca. Kelebihan karya Bodin semakin tampak ketika ia membebaskan konsep kekuasaan yang memiliki kedaulatan dari benteng-benteng ketuhanan. Karya itu dipandang sebagai pembelaan terhadap politik dan pemerintahan monarki melawan partai-partai politik. Inti pikiran para pakar politik dan beberapa tokoh yang menulis bahwa kekuasaan kerajaan berkisar tentang asas pemersatu. Oleh karena itu, mereka mencurahkan segenap pemikirannya untuk menjadikan kerajaan sebagai pemersatu warga negara, diatas madzhab-madzhab agama dan pertai-partai politik. Ciri terpenting dari madzhab politik kelompok ini adalah gagasan toleransi agama, yakni mewujudkan toleransi terhadap agama-agama yang ada dalam satu negara. Jika tujuan mereka adalah memelihara ikatan nasionalisme Perancis, karya Bodin diatas bertujuan menetapkan dasar-dasar kesatuan yang wajib dianut oleh suatu negara.
III. CRITICAL REVIEW
Terdapat beberapa critical review mengenai pembahasan materi filsafat politik di era transisi : pemikiran politik jaman pertengahan, Machiavelli, negara yang berdaulat, Marthin Luther, Jean Bodin.
A. Pemikiran Politik Jaman Pertengahan
Pada jaman ini terdapat pendapat bahwa agama menempati kedudukan penting dalam kehidupan humanis Kristen, ia tidak lagi menjadi faktor yang menyeluruh dan penting sebagaimana selama abad pertengahan. Dan bagi beberapa humanis pangan, Tuhan sepenuhnya digantikan oleh manusia sebagai sumber kekuasaan, karena manusia yang tunduk pada otoritas yang tidak dia ciptakan berarti merendahkan derajatnya sebagai makhluk rasional.
Jika pendapat Tuhan sepenuhnya digantikan oleh manusia sebagai sumber kekuasaan, maka akan terjadi kesewenang-wenangan dalam mengendarai kekuasaan. Sebab tidak ada lagi yang ditakuti dan tidak ada lagi yang membatasi apapun perilaku yang diperbuat, termasuk doktrin menghalalkan segala cara dalam mendapatkan sesuatu. Selain itu pada jaman ini telah terjadinya perpecaha yang ditandai dengan adanya perang antar suku dan etnis.
B. Machiavelli
Cara pandang Machiavelli yang sangat amoral yang kami kritisi, yaitu tidak menempatkan nilai-nilai agama dalam setiap pemikirannya, cara-cara yang sangat tidak pantas yang dilakukan oleh Machiavelli untuk mendapatkan dan mempertahankan kekuasaan juga sangat bertentangan dengan etika dan norma baik itu norma agama maupun norma-norma lainnya.
C. Negara Yang Berdaulat
Selama zama pertengahan tidak terdapat konsepsi yang jelas tentang negara sebagai lembaga bedaulat yang menjalankan kekuasaan tertinggi dengan batas-batasnya sendiri dan mempunyai kemerdekaan penuh dari entitas politik lain yang ada diluar batas-batas teritorinya.
D. Marthin Luther
Dari pemikiran Marthin Luther yang kami kritisi yaitu ia memunculkan gerakan reformis protestan yang mengakibatkan terjadinya krisis-krisis ekonomi di kawasan imperium Roma, adanya penarikan pajak-pajak yang sangat memberatkan sebagian kalangan yaitu kalangan bawah seperti petani dan pekerja sehingga munculah ketimpangan ekonomi.
E. Jean Bodin
Kelebihan karya Bodin semakin tampak ketika ia membebaskan konsep kekuasaan yang memiliki kedaulatan dari benteng-benteng ketuhanan. Karya itu dipandang sebagai pembelaan terhadap politik dan pemerintahan monarki melawan partai-partai politik. Inti pikiran para pakar politik dan beberapa tokoh yang menulis bahwa kekuasaan kerajaan berkisar tentang asas pemersatu. Oleh karena itu, mereka mencurahkan segenap pemikirannya untuk menjadikan kerajaan sebagai pemersatu warga negara, diatas madzhab-madzhab agama dan pertai-partai politik.
IV. KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat diambil dari tulisan critical review diatas yaitu bahwa pemikiran politik di era transisi di dalamnya terdapat berbagai macam pemikiran-pemikiran yang memberikan pengaruh bagi kehidupan manusia, seperti bahwa zaman pencerahan (Renaissans) sangat memberikan pengaruh yang dapat dirasakan yaitu memberikan cara baru dalam memahami arti kehidupan dan alam semesta. Machiavelli dengan anggapan bahwa nilai-nilai keagamaan, moralitas adalah hal yang harus dipisahkan dari unsur-unsur politik kenegaraan. Lalu, pemikiran Martin Luther yang berusaha menunjukan bahwa baik pendeta maupun orang awam sebagai individu tunduk pada yuridiksi penuh negara dalam semua masalah yang tidak hanya terbatas pada masalah agama dan spiritual. Serta pemikiran Jean Bodin dalam teori kedaulatan modernnya.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Mu’ti, Ali. 2010. Filsafat Politik Antara Barat dan Islam. Bandung : CV Pustaka Setia.
Schmandt, J Henry. 2009. Filsafat Politik (Kajian Historis dari Zaman Kuno sampai Zaman Modern). Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset.
Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
BalasHapus