A. POLITIK
Politik bisa
diartikan sebagai strategi dan upaya untuk memperoleh kekuasaan, politik dapat
mencakup aspek-aspek, seperti kekuasaan,
negara, hubungan-hubungan, pengambilan keputusan, kebijaksanaan, pembagian dan
alokasi,dll.
Pada umumnya dapat dikatakan bahwa poolitik adalah
bermacam-macam kegiatan dalam suatu sistem politik (atau negara) yang
menyangkut proses menentkan tujuan-tujuan dari sistem itu dan melaksanakan tujuan tersebut. Pengambilamn
keputusan (decision making) mengenai apakah yang menjadi tujuan dari sistem
politik itu menyangkut seleksi antara beberapa alternatif dan penyusunan skala
prioritas dari tujuan-tujuan yang telah dipilh itu.
Untuk melaksanakan tujuan-tujuan itu diperlukan
kebijaksanaan-kebijaksanaan umum (public policy) yang menyangkut pengaturan dan
pembagian (distribution) atau alokasi dari sumber-sumber dan resources yang
ada.
Politik selalu menyangkut tujuan-tujuan dari seluruh
masyarakat (public goals) danj bukan tujuan pribadi seseorang. Lagipula politik
menyangkut kegiatan berbagai-bagai kelompok termasuk partai politik dan
kegiatan orang-seorang (individu)
B.
Sejarah
Konsep Birokrasi
Konsep
birokrasi dimunculkan oleh M De Gourney, melalui surat-surat tertanggal 1 Juli
1764 yang ditulis Baran De Grim, menunjuk pada gagasan Gourney yang mengeluh
tentang pemerintahan yang melayani dirinya sendiri. De Gourney menyebutkan
bahwa kecenderungan itu sebagai suatu penyakit yang disebutnya bureaumania.
Ide tentang birokrasi
bukan sesuatu yang baru, keluhan atas pemerintah bukanlah suatu hal yang baru.
Itu semua akan tumbuh seiring dengan pembentukan pemerintahan sendiri. Oleh
karenanya para filsuf memberikan kontribusi pemikirannya bahwa seharusnya
prinsip-prinsip pemerintah haruslah dijalankan oleh orang-orang yang cakap dan
baik
Machiavelli misalnya, dalam
nasihatnya kepada pangeran, meminta pangeran memilih menteri yang cakap dan
menggaji mereka agar mereka tidak mencari penghasilan dari sumber lain. Bahkan
ide tentang pemerintahan yang efisien sangat akrab di Cina jauh sebelum masehi.
Diantaranya ide tentang senioritas. Sementara pada 337 SM, Shen Pu-Hai menulis
serangkaian prinsip yang sangat erat terkait dengan prinsip yang dikembangkan
dalam teori Administrasi abad ke-20.
Sejak kemunculan gagasan De Gourney,
istilah birokrasi diadopsi secara luas dalam kamus besar politik di Eropa
selama abad ke 18. Istilah Perancis Bureaucratie
ini dengan cepat diadopsi dalam makna yang sama di Jerman dengan sebutan bureaukratie (kemudian menjadi burokratie) di Italia menjadi burocrazia, dan di Inggris menjadi bureaucracy.
C. Definisi Birokrasi
1.
Birokrasi dalam Bahasa Inggris, Bureaucracy
berasal dari kata Bureau (berarti meja) dan Cratein (berarti kekuasaan),
dimaksudkan adalah kekuasaan berada pada orang-orang yang dibelakang meja.
2.
Bintoro Tjokroamidjojo
Menurrut Bintoro Tjokroamidjojo
(1984) birokrasi “dimaksudkan untuk mengorganisir secara teratur suatu
pekerjaan yang harus dilakukan oleh banyak orang”
Dengan
demikian sebenarnya tujuan dari adanya birokrasi adalah agar pekerjaan dapat
terselesaikan dengan cepat dan terorganisir. Bagaimana suatu pekerjaan yang
banyak jumlahnya harus diselesaikan oleh banyak orang sehingga tidak terjadi
tumpang tindih di dalam penyelesaiannya, itulah yang sebenarnya menjadi tugas
dari birokrasi.
3.
Blau dan Page
Blau dan Page (1956) mengemukakan
bahwa birokrasi “sebagai tipe dari suatu organisasi yang dimaksudkan untuk
mencapai tugas-tugas administratif yang besar dengan cara mengkoordinir secara
sistematis (teratur) pekerjaan dari banyak orang”. Jadi menurut Blau dan Page
birokrasi justru untuk melaksanakan prinsip-prinsip organisasi yang ditujukan
untuk meningkatkan efisiensi administratif, meskipun kadangkala dalam didalam
pelaksanaannya birokratisasi seringkali mengakibatkan adanya ketidakefisienan.
4.
Ismani
Dengan mengutip pendapat dari
Mouzelis, Ismani (2001) mengemukakan “Bahwa dalam birokrasi terdapat
aturan-aturan yang rasional, struktur organisasi dan proses berdasarkan
pengetahuan teknis dan dengan efisiensi dan setinggi-tingginya. Dari pandangan
yang demikian tidak sedikitpun alasan untuk menganggap birokrasi itu jelek dan
tidak efisien”.
5.
Fritz Morstein Marx
Dengan mengutip pendapat Fritz
Morstein Marx, Bintoro Tjokroamindjojo (1984) mengemukakan bahwa birokrasi
adalah “Tipe organisasi yang digunakan pemerintahan modern untuk pelaksanaan
berbagai tugas-tugas yang bersifat spesialisasi, dilaksanakan dalam sistem
administrasi yang khususnya oleh aparatur pemerintahan.
6.
Riant Nugroho Dwijowijoto
Dengan mengutip Blau dan Meyer,
Dwijiowojoto (2004) menjelaskan bahwa “birokrasi adalah suatu lembaga yang
sangat kuat dengan kemampuan untuk meningkatkan kapasitas-kapasitas potensial
terhadap hal-hal yang baik maupun dalam keberadaannya sebagai instrumen
administrasi rasional yang netral pada skala yang besar”. Selanjutnya
dikemukakan bahwa “Di dalam masyarakat modern, dimana terdapat begitu banyak
urusan yang terus-menerus dan ajeg, hanya organisasi birokrasi yang mampu
menjawabnya, birokrasi dalam praktek dijabarkan sebagai pegawai negeri sipil.
Berdasarkan
uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa birokrasi adalah suatu prosedur yang
efektif dan efisien yang didasari oleh teori dan aturan yang berlaku serta
memiliki spesialisasi menurut tujuan yang telah ditetapkan oleh
organisasi/institusi.
D. Ciri-Ciri Birokrasi
Ciri-ciri birokrasi menurut Max Weber adalah:
- Jabatan administratif yang terorganisasi/tersusun secara hirarkis. (Administratice offices are organized hierarchically)
- Setiap jabatan mempunyai wilayah kompetensinya sendiri (Each office has its own area of competence)
- Pegawai negeri ditentukan, tidak dipilih, berdasarkan pada kualifikasi teknik yang ditunjukan dengan ijazah atau ujian. (Civil cervants are appointed, not electe, on the basis of technical qualifications as determined by diplomas or examination)
- Pegawai negeri menerima gaji tetap sesuai dengan pangkat atau kedudukannya. (Civil servants receive fixed salaries according to rank)
- Pekerjaan merupakan karir yang terbatas, atau pada pokoknya, pekerjaannya sebagai pegawai negeri. (The job is a career and the sole, or at least primary, employment of the civil servant)
- Para pejabat tidak memiliki kantor sendiri. (The official does not own his or her office)
- Para pejabat sebagai subjek untuk mengontrol dan mendisiplinkan. (the official is subject to control and discipline)
- Promosi didasarkan pada pertimbangan kemampuan yang melebihi rata-rata. (Promotion is based on superiors judgement)
E. Karakteristik
Birokrasi
Sebagaimana telah diuraikan di atas,
bahwa birokrasi dimaksudkan sebagai kekuasaan dipegang oleh orang-orang yang
berada di belakang meja, karena segala sesuatuya diatur secara legal dan formal
oleh para birokrat. Namun diharapkan dalam pelaksanaan kekuasaan tersebut dapat
dipertanggungjawabkan dengan jelas, karena setiap jabatan diurus oleh orang
(petugas) yang khusus.
Seperti dinyatakan oleh Blau dan Page,
bahwa birokrasi dimaksudkan untuk melaksanakan tugas-tugas administrasi yang
besar. Hal itu hanya dapat berlaku pada organisasi besar seperti organisasi
pemerintahan, karena pada organisasi pemerintahan segala sesuatunya diatur
secara formal, sedangkan pada organisasi kecil hanya diperlukan hubungan
informal. Selama ini banyak pakar yang meneliti dan menulis tentang birokrasi
bahwa fungsi staf pegawai administrasi harus memiliki cara-cara yang spesifik
agar lebih efektif dan efisien, sebagai berikut (Syafiie, 2004-90) :
1. Kerja
yang ketat pada peraturan (rule)
2. Tugas
yang khusus (spesialisasi)
3. Kaku
dan Sederhana (zakelijk)
4. Penyelenggaraan
yang resmi (formal)
5. Pengaturan
dari atas ke bawah (hierarkis)
6. Berdasarkan
Logika (rasional)
7. Tersentralistik
(otoritas)
8. Taat
dan Patuh (obedience)
9. Tidak
Melanggar Ketentuan (dicipline)
10. Terstruktur
(sistematis)
11. Tanpa
pandang bulu (impersonal)
Hal-hal
tersebut diatas merupakan prinsip dasar dan karakterisitik yang ideal dari
suatu birokrasi. Karakteristik tersebut idealnya memang dimiliki oleh para
birokrat (pegawai negeri sipil) tidak lain agar tugas-tugas administrasi yang
besar dapat dilaksanakan secara efeapai ktif dan efisien sehingga tujuan
organisasi dapat tercapai sesuai yang direncanakan. Dengan demikian pendapat
sebagian masyarakat selama ini yang cenderung negatif paling tidak dapat
diluruskan.
F. Tipe Ideal Birokrasi
Dengan mengutip
pendapat Max Weber seorang sosiolog Jerman, Tjokroamidjojo (1984:72-73)
mengemukakan ciri-ciri utama dari struktur birokrasi didalam tipe idealnya,
adalah:
1. Prinsip
Pembagian Kerja
Kegiatan-kegiatan
reguler yang diperlukan untuk mencapai tujuan-tujuan organisasi dibagi di dalam
cara-cara yang tertentu sebagai tugas-tugas jabatan. Dengan adanya prinsip
pembagian kerja yang jelas ini dimungkinkan pelaksanaan oleh tenaga-tenaga
spesialisasi dalam setiap jabatan, sehingga pekerjaan akan dapat dilaksanakan
dengan tanggung jawab penuh dan efektif.
2. Struktur
Hierarkis
Pengorganisasian
jabatan-jabatan mengikuti prinsip hirarkis, yaitu jabatan yang lebih rendah
berada dibawah pengawasan atau pimpinan dari jabatan yang lebih atas. Pejabat
yang lebih rendah kedudukannya harus mempertanggungjawabkan setiap keputusan
kepada pejabat atasannya.
3. Aturan
dan Prosedur
Pelaksanaan
kegiatan didasarkan pada suatu sistem peraturan yang konsisten, Sistem standar
tersebut dimaksudkan untuk menjamin adanya keseragaman pelaksanaan setiap tugas
dan kegiatan tanpa melihat pada jumlah orang yang terlibat didalamnya
4. Prinsip
Netral (tidak memihak)
Pejabat
yang ideal dalam suatu birokrasi melaksanakan kewajiban di dalam semangat “formailistic impesonality” (formil non
pribadi), artinya tanpa perasaan simpati atau tidak simpati. Dalam prinsip ini
seorang pejabat didalam menjalankan tugas jabatannya terlepas dari pertimbangan
yang bersifat pribadi dalam urusan jabatan, berarti suatu prakondisi untuk
sikap tidak memihak dan juga untuk efisiensi.
5. Penempatan
Didasarkan atas karir
Penempatan
kerja di dalama organisasi birokrasi didasarkan pada kualifikasi teknis dan dilindungi
terhadap pemberhentian sewenang-wenang. Didalam suatu organisasi birokrasi,
penempatan kerja seorang pegawai didasarkan atas karier, ada sistem promosi,
entah atas dasar senioritas atau prestasi atau kedua-duanya, Kebijaksanaan
kepegawaian demikian dimaksudkan untuk meningkatkan loyalitas kepada organisasi
dan tumbuhnya “esprit de corps” atau
jiwa korps diantara para anggotanya.
6. Birokrasi
Murni
Pengalaman
menunjukan bahwa tipe birokrasi yang murni dari suatu organisasi administrasi
dilihat dari segi teknis akan dapat memenuhi efisiensi tingkat tinggi,
Mekanisme birokrasi yang berkembang sepenuhnya akan jauh lebih efisien daripada
organisasi yang tidak seperti itu atau yang tidak jelas birokrasinya.
G. Etika Birokrasi
Etika Birokrasi adalah suatu “Norma
atau nilai-nilai moral yang menjadi pedoman bagi keseluruhan aparatur
pemerintah dalam menjalankan tugas dan kewajibannya demi kepentingan umum atau
masyarakat.
Penerapan etika birokrasi dalam
pemerintahan dituangkan dalam kode etik Pegawai Negeri Sipil dalam PP
no.42 tahun 2004 dan Pedoman Umum
Penyelenggaraan Pelayanan Publik dalam Keputusan Menteri Pemberdayagunaan
Aparatur Negara nomor63/KEP/M.PAN/7/2003. Secara khusus dilingkungan Departmen
Keuangan beberapa unit telah memiliki kode etik pegawai, yaitu Inspektorat
Jenderal, Direktorat Jenderal Pajak, dan Direktorat Jenderal Bea Cukai,
sedangkan beberapa unit lainnya sedang menyusun kode etik pegawai antara lain;
Direktorat Surat Utang Neagara pada Ditjen Perbendaharaan, Direktorat Jenderal
Piutang dan Lelang Negara, Badan Pengawas Pasar Modal.
1. Dasar
Hukum ditetapkannya Etika Pegawai Negeri Sipil adalah sebagai berikut:
a. Pasal
5 ayat (2), pasal 27 ayat(1), dan pasal 28 dalam Undang-undang Dasar 1945
b. Undang-undang
Nomor 8 tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian sebagaimana telah diubah
dengan Undang-undang Nomor 43 tahun 1999
c. Undang-undang
nomor 28 tahun 1980 tentang Peraturan Negara yang bersih dan bebas dari KKN
d. Peraturan
pemerintah Nomor. 42 tahun 2004 tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik
Pegawai Negeri.
Pada umumnya, penyusunan kode etik
minimal didasari oleh empat aspek pertimbangan sebagai berikut:
1. Profesionalisme
Keahlian
khusus yang dimiliki oleh seseorang baik yang diperolehnya dari pendidikan
formal (dokter, akuntan, pengacara, dll) dari bakat (penyanyi, pelukis, pianis,
dll)serta dari kompetensi mengerjakan sesuatu (direktur, pegawai, pejabat, dll)
2. Akuntabilitas
Kesanggupan
seseorang untuk mempertanggungjawabkan apa pun yang dilakukannya berkaitan
dengan profesi serta peranannya sehingga ia dapat dipercaya. Misalnya seoarng
auditor yang memeriksa laporan keuangan sebuah perusahaan. Ia harus dapat
mempertanggungjawabkan hasil pemeriksaan yang dibuatnya sesuai dengan kondisi
perusahaan yang sebenarnya.
3. Menjaga
Kerahasiaan
Sebuah
kemampuan memelihara kepercayaan dengan bersikap hati-hati dalam memberikan
informasi. Seorang profesional harus mampu menyeleksi hal-hal yang bisa
diinformasikan kepada umum dan informasi yang perlu disimpan sebagai sebuah
kerahasiaan. Hal ini dilakukan demi menjaga reputasi sebuah perusahaan.dan
profesi yang dijabatnya. Misalnya seorang konsultan merupakan orang kepercayaan
sebuah perusahaan, ia bisa mengetahui seluruh seluk-beluk perusahaan tersebut,
tapi hatus menjaga informasi yang dimiliknya agar tidak sampai ke pihak luar
yang tidak berkepentingan.
4. Independensi
Sikap
netral, tidak memihak salah satu pihak menyadari batasan-batasan dalam
mengungkapkan sesuatu juga merupakan salah satu pertimbangan kode etik.
Misalnya, untuk mendamaikan dua pihak yang berselisih dan merugikan perusahaan.
Seorang manajer yang bisa menjaga sikap independennya akan lebih dipercaya
kedua belah pihak sehingga akan membantu dalam penyelesaiannya kasus
perselisihan yang dihadapinya.
Prinsip lain yang juga bisa
dijadikan paramater dalam pelaksanaan birokrasi dapat merujuk pada
prinsip-prinsip Good Governance yang meliputi pertama, partisipasi masyrakat,
kedua, tegaknya supremasi hukum, ketiga transparansi, keempat, kepedulian
kepada stakeholder, kelima berorientasi kepada konsensus, keenam, kesetaraan,
ketujuh efektifitas dan efisiensi, kedelapan akuntabilitasdan kesembilan, visi
strategis.
H. Pelaksanaan
Birokrasi Indonesia
Sejarah birokrasi di Indonesia
memiliki raport buruk, khusunya semasa orde baru dimana yang menjadikan birokrasi
sebagai mesin politik. Imbas dari itu semua, masyarakat harus membayar biaya
yang mahal. Ketidakpastian waktu, ketidakpastian biayadan ketidakpastian siapa
yang bertanggungjawab adalah beberapa fakta empiris rusaknya layanan birokrasi
justru menjadi salah satu causa prima terhadap maraknya korupsi, kolusi, dan
nepotisme.Pejabat politik yang mengisi birokrasi pemerintah sangat dominan.
Kondisi ini cukup lama terbangun sehingga membentuk sikap, perilaku, dan opini
bahwa pejabat politik dan pejabat birokrasi tidak dapat dibedakan.
Mengutip catatan guru besar Ilmu
Politik Universitas Airlangga Ramlan Surbakti mengenai fenomena birokrasi
Indonesia, kewenangan besar dimiliki birokrat sehingga hampir semua aspek
kehidupan masyarakat ditangani birokrasi. Kewenangan yang terlalu besar itu
bahkan akhirnya menonjolkan peran birokrasi sebagai pembuat kebijakan ketimbang
pelaksana kebijakan, lebih bersifat menguasai daripada melayani masyarakat.
Akhirnya, wajar saja jika kemudian
birokrasi lebih dianggap sebagai sumber masalah atau beban masyarakat ketimbang
sumber solusi bagi masalah yang dihadapi masyrakat.
Fenomena itu terjadi katena tradisi
birokrasi yang dibentuk lebih sebagai alat penguasa untuk menguasai masyarakat
dan segala sumber dayanya. Dengan kata lain, birokrasi lebih bertindak sebagai
pangreh praja daripada pamong praja. Bahkan kemudian terjadi politisasi
birokrasi. Pada rezim orde baru, birokrasi menjadi alat mempertahankan
kekuasaan.
Pasca reformasi pun para pejabat
politik yang kini menjabat dalam birokrasi pemerintah ingin melestarikan budaya
tersebut dengan mengaburkan antara pejabat karier dengan pejabat non karier.
Sikap mental seperti ini dapat membawa birokrasi pemerintahan Indonesia kembali
kepada kondisi birokrasi pemerintahan pada masa orde baru. Bahkan kemudian
muncul RUU Administrasi Pemerintahan saat ini turut mendapat respon yang cukup
agresif dari para pejabat politik melalui fraksi-fraksi di DPR yang berusaha
menakomodasikan kepentingan jabatan politik mereka untuk dapat menduduki jabatan
birokrasi.
2. 5. PROBLEMATIKA BIROKRASI
Birokrasi adalah salah satu bentuk
organisasi yang paling menonjol dalam masyarakat modern, namun tidak berarti
kelemahan yang melekat pada birokrasi bukanlah semata-mata berdasarkan konotasi
atau pandangan negatif, atau prasangka buruk belaka, tetapi kelemahan yang
terungkap memang mempunyai dasar-dasar konseptual yang kuat.Kelemahan birokrasi
umumnya berkisar pada empat hal, yakni standar efesiensi fungsional, penekanan
yang berlebihan terhadap rasionalitas, impersonalitas, hierarki, penyelewengan tujuan,
pita merah.
- STANDAR EFESIENSI FUNGSIONAL
Salah
satu ciri birokrasi, baik yang telah berjalan secara rasional dan efesien
maupun tidak, ialah birokrasi haruslah menetapkan standar efeseinsi
fungsional.Misalnya untuk mengukur efesiensi secara fungsional.Persoalannya,
bagaimana cara membuat efesiensi yang dapat di perlakukan secara fungsional
itu.Peter Blau berpendapat bahwa Weber mengabaikan kemanfaatan dan kerugian
relatif dari sistem senioritas dan sistem prestasi, yang dimaksudkan untuk
memajukan personalia dan dalam penekanannya pada ororita hierarki Weber juga
tidak memperbandingkan akibat-akibat dari kepatuhan mutlak bawahan kepada
mereka yang mungkin menjadi lawan dalam menetapkan kebijakan.
- PENEKANAN BERLEBIHAN TERHADAP RASIONALITAS,IMPERSONALITAS, DAN HIERARKI
Dalam
pemikiran Weber, pada setiap organisasi berlaku aturan-aturan formal yang
secara nyata akan mengendalikan prilaku anggota-anggota organisasi.Hal ini
berarti dikesampingkannya struktur informal.Para analis birokrasi melontarkan
kritik terhadap konsep Weber itu yang dipandang memberikan tekanan yang
berlebihan terhadap rasionalitas,impersonalitas, dan hierarki dalam
hubungan-hubungan sosial birokratik.
- PENYELEWENGAN TUJUAN
Tanda-tanda
dari organisasi tidak sehat adalah penyelewengan tujuan, kekakuan yang
berlebihan, pita merah, pelakuan tidak berpribadi, dan penolakan secara tidak
masuk akal terhadap perubahan.
Merton
menyebutkan penyakit-penyakit ini sebagai “ bureaucratic dysfunctions “ dan
mencirikannya dengan istilah “trained incapacity”.Ketidak mampuan terlatih ini
menunjuk pada suatu kondisi ketika kemampuan seorang berfungsi secara tidak
tepat dan membuta.
- PITA MERAH
Pita merah disebabkan oleh kecendrungan alamiah
dari manusia yang berada dalam lingkungan birokratik untuk merutinkan
aktifitas-aktifitas mereka.Karakterisasi Weber mengenai birokrasi sangat
rasional dan amat tak perduli dalam melayani pembuat kebijakan dan publik,
telah mendorong perhatian yang sungguh-sungguh pada ketetapan prosedur.
Meskipun sasaran-sasaran pelayanan publik dapat mudah di ubah. Pita merah
adalah suatu istilah yang di maksudkan untuk menunjukan adanya
prosedur-prosedur birokratif yang mempunyai ciri ketaatan mekanis pada
peraturan, formalitas yang berlebihan, dan lebih banyak memperhatikan hal-hal
rutin, dan kompilasi sejumlah informasi eksternal yang mengakibatkan
berkepanjangannya penundaan dan kemandekan. Konsep pita merah telah memberikan
ekspresi negatif, yang di gambarkan
Alvin W. Gauldnar sebagai”aliansi,impersonalisasi, dan regulasi yang
mempengaruhi birokrasi”.
Semoga Bermanfaat :-)
BalasHapusterima kasih artikelnya, sangat membantu.
BalasHapuswww.kiostiket.com
sama2 mas :-)
BalasHapus