Sabtu, 05 Mei 2012

INDIKATOR PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA


            Indikator perekonomian adalah data yang digunakan untuk menentukan perkembangan ekonomi suatu negara yang dikeluarkan oleh pemerintah di negara bersangkutan. Indikator ekonomi digunakan sebagai pertanda tentang perkembangan pembangunan di masa lampau maupun untuk masa mendatang . Indikator ekonomi memberikan gambaran secara makro dan terkadang juga menjadi penentu aspek pemerataan pembangunan. Ada banyak indicator perekonomian suatu Negara, antara lain :

a.    Inflasi
     Inflasi adalah suatu proses meningkatnya harga-harga secara umum dan terus-menerus (kontinue) berkaitan dengan mekanisme pasar yang dapat disebabkan oleh berbagai factor  antara lain, konsumsi masyarakat yang meningkat, berlebihnya likuiditas di pasar yang memicu konsumsi atau bahkan spekulasi, sampai termasuk juga akibat adanya ketidak lancaran distribusi barang. Dengan kata lain, inflasi juga merupakan proses menurunnya nilai mata uang secara kontinue.
            Inflasi dapat disebabkan oleh dua hal yaitu :
v  Tarikan permintaan (kelebihan likuiditas/uang/alat tukar)
v  Desakan (tekanan) produksi dan distribusi (kurangnya produksi (product or service) dan juga termasuk kurangnya distribusi). Untuk sebab pertama lebih dipengaruhi dari peran negara dalam kebijakan moneter (Bank Sentral), sedangkan untuk sebab kedua lebih dipengaruhi dari peran negara dalam kebijakan eksekutor yang dalam hal ini dipegang oleh Pemerintah (Government) seperti fiskal (perpajakan/pungutan/insentif/disinsentif), kebijakan pembangunan infrastruktur, regulasi, dll.

b.   Ekspor dan Impor
     Ekspor adalah kegiatan menjual barang atau jasa kepada negara lain
     Impor adalah kegiatan membeli barang atau jasa dari negara lain

Produk ekspor Indonesia :
Produk ekspor Indonesia meliputi hasil produk pertanian, hasil hutan, hasil perikanan, hasil pertambangan, hasil industri dan begitupun juga jasa.
a. Hasil Pertanian
Contoh : karet, kopi kelapa sawit, cengkeh,teh,lada,kina,tembakau dan cokelat.
b. Hasil Hutan
Contoh : kayu dan rotan. Ekspor  kayu atau rotan tidak boleh dalam bentuk kayu gelondongan atau bahan mentah, namun dalam bentuk barang setengah jadi maupun barang jadi, seperti mebel.
c. Hasil Perikanan
Hasil perikanan yang banyak di ekspor merupakan hasil dari laut. produk ekspor hasil perikanan, antara lain ikan tuna, cakalang, udang dan bandeng.
d. Hasil Pertambangan
Contoh : barang tambang yang di ekspor timah, alumunium, batu bara tembaga dan emas.
e. Hasil Industri
Contoh : semen, pupuk, tekstil, dan pakaian jadi.
f.  Jasa
Dalam bidang jasa, Indonesia mengirim tenaga kerja keluar negeri antara lain ke malaysia dan negara-negara timur tengah.

c.    Harga Gabah
            Rata-rata harga gabah di tingkat petani pada November 2008 dibandingkan Oktober 2008 untuk kualitas Gabah Kering Giling (GKG) keadaannya relatif stabil, kualitas Gabah Kering Panen (GKP) mengalami kenaikan hanya sebesar 0,08 persen, sedangkan kualitas rendah/di luar kelompok kualitas mengalami penurunan sebesar 1,50 persen.
Harga gabah terendah di tingkat petani sebesar Rp 1.975,- per kg dijumpai di Kabupaten Boyolali, Provinsi Jawa Tengah (kualitas rendah). Harga tertinggi sebesar Rp 3.400,- per kg dijumpai di Kabupaten Serdang Bedage dan Labuhan Batu, Provinsi Sumatera Utara (kualitas GKP).

d.   Nilai Tukar Petani
            Pada bulan Oktober 2008, Nilai Tukar Petani Tanaman Pangan (NTPP) tercatat 97,64. Nilai Tukar Petani Hortikultura (NTPH) 97,08, Nilai Tukar Petani Tanaman Perkebunan Rakyat (NTPR) 102,12; Nilai Tukar Petani Peternakan (NTPT) 101,75; dan Nilai Tukar Nelayan (NTN) 103,01. Secara gabungan Nilai Tukar Petani (NTP) nasional sebesar 99,20 yang berarti mengalami penurunan sebesar 2,45 persen bila dibandingkan dengan bulan sebelumnya.
Pengertian Nilai Tukar Petani (NTP) adalah Rasio antara Indeks Harga yang diterima Petani dengan Indeks Harga yang dibayar untuk keperluan konsumsi rumah tangga serta keperluan produksi pertanian, yang dinyatakan dalam persen. NTP merupakan indikator yang digunakan untuk melihat tingkat kesejahteraan petani.
Interpretasi angka NTP:
·         NTP > 100 : Daya beli petani lebih baik dari daya beli petani pada saat tahun dasar
·         NTP = 100 : Daya beli petani sama dengan daya beli petani pada saat tahun dasar
·         NTP < 100 : Daya beli petani lebih rendah dari daya beli petani pada saat tahun dasar
Untuk NTP nasional bulan oktober 2008 sebesar 99,20 yang berarti daya beli petani lebih rendah dari pada daya beli petani pada tahun dasar. Tahun dasar yang digunakan adalah Tahun 2007. Penurunan NTP ini disebabkan terjadinya penurunan harga hasil produksi pertanian, di sisi lain harga barang dan jasa yang dikonsumsi oleh rumah tangga maupun untuk keperluan produksi pertanian naik.

e.    Upah Buruh
            Upah nominal harian buruh tani Nasional pada Oktober 2008 naik sebesar 0,25 persen dibanding upah September 2008, yaitu dari Rp 35.455,- menjadi Rp 35.554,- per hari. Secara riil mengalami penurunan sebesar 0,33 persen
Upah nominal harian buruh bangunan (tukang bukan mandor) pada November 2008 naik 1,76 persen dibanding upah Oktober 2008, yaitu dari Rp 52.440,- menjadi Rp 53.362,- per hari. Secara riil naik sebesar 1,63 persen.
Upah nominal bulanan buruh industri pada triwulan II-2008 naik sebesar 3,39 persen dibanding upah triwulan I-2008 yaitu dari Rp 1.189.270,- menjadi Rp 1.229.580,- per bulan, secara riil turun 1,05 persen. Dibanding upah triwulan II-2007 (year on year), upah nominal naik 22,50 persen.
            Perubahan upah riil menggambarkan perubahan daya beli dari pendapatan yang diterima buruh seperti buruh tani, buruh informal perkotaan, buruh industri yaitu kelompok masyarakat berpenghasilan rendah. Semakin tinggi upah riil maka semakin tinggi daya belu upah buruh, dan sebaliknya.

f. Pariwisata
            Jumlah wisatawan mancanegara (wisman) yang datang ke Indonesia pada Oktober 2008 mencapai 529,4 ribu orang atau naik 21,34 persen dibandingkan jumlah wisman Oktober 2007 sebanyak 436,3 ribu orang. Dibanding September 2008 mengalami kenaikan sebesar 5,66 persen.
Tingkat penghunian kamar (TPK) hotel berbintang di 14 provinsi pada September 2008 mencapai rata-rata 42,66 persen atau turun 12,53 poin dibanding TPK Agustus 2008 yang besarnya 55,19 persen. TPK hotel berbintang di Bali turun 1,25 poin, yaitu dari 69,94 persen pada Agustus 2008 menjadi 68,69 persen pada September 2008.
Rata-rata lama menginap tamu asing dan Indonesia pada hotel berbintang di 14 Provinsi selama September 2008 adalah 2,57 hari, naik 0,51 hari dibanding Agustus 2008.
            Data di atas menunjukkan bahwa jumlah wisman pada periode Januari - Oktober 2008 meningkat 13,07% dibanding jumlah wisman pada periode yang sama tahun 2007. Hal ini merupakan salah satu indikator bahwa masyarakat internasional memandang situasi di Indonesia semakin aman. Kepercayaan masyarakat internasional terhadap keamanan di Indonesia juga tercermin dari semakin lamanya wisman tinggal di hotel-hotel.
B.  SUMBER-SUMBER PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA
            Sumber pertumbuhan ekonomi suatu negara atau suatu wilayah dapat dilihat atau diukur dari tiga pendekatan yaitu, pendekatan faktor produksi (Neo Klasik), pendekatan sektoral dan pendekatan pengeluaran yang meliputi konsumsi, investasi, pengeluaran pemerintah dan selisih ekspor dengan impor. Dalam pendekatan faktor produksi, sumber pertumbuhan ekonomi dilihat dari faktor-faktor produksi yaitu modal (capital), tenaga kerja (man power) dan kemajuan teknologi (technology progress). Selanjutnya, untuk melihat sumber pertumbuhan ekonomi dari pendekatan sektoral yaitu dilihat dari sektor-sektor ekonomi. Sektor ekonomi dalam hal ini dapat dibagi dalam 3 sektor saja yaitu sektor primer (pertanian dan pertambangan), sektor sekunder dan kontruksi serta sektor tersier (jasa-jasa).

1.    Pertumbuhan Ekonomi dari Faktor Produksi
Untuk mengukur berapa besar kontribusi masing-masing faktor produksi terhadap pertumbuhan ekonomi suatu perekono-mian dapat digunakan model Neo-Klasik dari Robert Solow dengan menggunakan fungsi produksi Cobb-Douglas yang telah diubah dalam bentuk linear yaitu sebagai berikut:
Ln Y = ln a + β ln K + l ln L + e
Selanjutnya, untuk mengetahui besarnya kontribusi masing-masing faktor produksi terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia, maka model tersebut digunakan dengan beberapa perubahan. Untuk variabel modal diprediksi dengan tingkat investasi total (investasi asing, investasi swasta dan investasi pemerintah) dengan menggunakan data tahun 1969–1993.

2. Sumber Pertumbuhan dengan Pendekatan Struktural
Menganalisis sumber pertumbuhan ekonomi dengan meng-gunakan pendekatan struktural berbeda dengan pendekatan faktor produksi seperti pada teori pertumbuhan Klasik maupun pada teori pertumbuhan Neo-Klasik. Pendekatan struktural didasarkan pada adanya perbedaan produktivitas diantara sektor-sektor ekonomi. Pertumbuhan ekonomi bukan hanya berasal dari peningkatan secara keseluruhan dari faktor produksi (input), tetapi juga berasal dari pengalokasian sumber-sumber daya pada sektor-sektor produktif. Pembangunan ekonomi harus bertujuan untuk menemukan sektor-sektor yang mempunyai kaitan total paling besar (Jhingan. 1990;247).
Bentuk analisis komperatif struktural ini telah banyak dilakukan, diantaranya oleh Kuznets pada tahun 1957. Dalam penelitiannya, Kuznets melakukan identifikasi terhadap sejumlah ciri struktural yang umum (stylized facts) yang mengisyaratkan adanya berbagai kendala pokok yang mempengaruhi keberha-silan proses perubahan (transformation). Dalam analisisnya, Kuznets melakukan pemilihan komoditi dan sektor menurut pola permintaan, sifat dapat-tidaknya diperdagangkan komoditi tersebut dan penggunaan faktor produksi.

3. Sumber Pertumbuhan Pendekatan Pengeluaran
Seperti yang telah diuraikan sebelumnya bahwa, pertum-buhan ekonomi dapat diukur dari perkembangan PDB dari tahun ke tahun, sedangkan untuk menghitung PDB dapat digunakan tiga pendekatan, yaitu pendekatan pengeluaran atau penggunaan berdasarkan persamaan identitas Y = C + I + G + X – M, pendekatan faktor produksi (Y = fungsi dari Kapital, Tenaga Kerja, dan Teknologi) dan pendekatan sektoral. Pengukuran sumber-sumber pertumbuhan dengan pendekatan produksi dan sektoral telah diungkapkan pada uraian di atas. Berikut ini akan dilihat pula berapa besar kontribusi masing-masing unsur pengeluaran agregat terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Untuk analisis ini, hanya digunakan tahun-tahun setelah masa krisis ekonomi Indonesia pada pertengahan tahun 1997 lalu.

C.  MENUJU PERUBAHAN SISTEM EKONOMI
a.                  Indikator Utama Pembangunan Sektor Pertanian di Indonesia
Indikator yang dipakai selama ini untuk mengevaluasi kinerja pembangunan sektor pertanian antara lain adalah Produk Domestik Bruto (PDB), penyerapan tenaga kerja, penyedia devisa dan peranannya menurunkan jumlah penduduk miskin
Fakta empiris menunjukkan bahwa sektor agribisnis merupakan sektor yang paling tangguh dalam menghadapi krisis dan paling berjasa dalam menampung pengangguran sebagai akibat krisis ekonomi (Syafa’at, 2000). Ketangguhan sektor agrobisnis diindikasikan oleh kemampuannya untuk tumbuh secara positif (0.22 %) pada saat krisis (1998) sementara perekonomian nasional secara agregat mengalami kontraksi yang sangat hebat, yaitu sebesar 13.7 persen. Konsekuensi kontraksi ekonomi adalah penurunan penyerapan tenaga kerja nasional sebesar 2.13 persen, atau sebesar 6 429 500 orang. Semua sektor ekonomi (kecuali listrik) mengalami penurunan penyerapan tenaga kerja, sementara itu sektor agribisnis justru mampu meningkatkan kapasitas penyerapan tanaga kerja sebanyak 432 350 orang.

b.                  Indikator Utama Pembangunan Pertanian
Pembangunan pertanian menjadi bagian utama dalam proses pembangunan nasional, khususnya sejak tahun enampuluhan. Menurut Mosher dalam Mubyarto (1989) ada lima syarat mutlak yang memungkinkan terjadinya pembangunan pertanian yaitu :
 (1) adanya pasar untuk hasil-hasil pertanian,
 (2) teknologi yang senantiasa berkembang,
 (3) tersedianya bahan-bahan dan alat-alat produksi secara lokal,
 (4) adanya perangsang produksi bagi petani, dan
 (5) tersedianya pengangkutan yang lancar dan kontinu.
Selain itu ada syarat lain memperlancar proses pembangunan pertanian, yaitu:      
(1) pendidikan pembangunan,
(2) kredit produksi,
(3) kegiatan gotong-royong petani,
(4) perbaikan dan perluasan tanah pertanian, dan
(5) perencanaan nasional pembangunan pertanian.



c.                   Pemanfaatan Hasil Indikator Utama untuk Kebijakan Pembangunan
Dampak positif dari pembangunan pertanian adalah meningkatnya ketersediaan pangan (pokok) serta harga yang sesuai dengan tingkat pendapatan masyarakat. Akibatnya akan menguatkan tingkat ketahanan pangan. Dengan cukup pangan diharapkan kualitas SDM dapat ditingkatkan. Disamping itu, meningkatnya ketahanan pangan diharapkan dapat mengurangi kasus rawan pangan. Bagi petani, dampak dari pembangunan pertanian akan memperluas kesempatan kerja dan akan memberikan kestabilan pada konsumsi dan pendapatan petani sehingga diharapkan akan mengurangi jumlah penduduk miskin.
Walaupun pembangunan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat namun dampak negatif perlu juga diperhatikan seperti dampak negatif dari akumulasi penggunaan pupuk kimia, meningkatnya pendapatan akan berpengaruh terhadap penyehatan lingkungan, dan lain-lain. Selain itu, faktor kelembagaan juga sangat berperan dalam meningkatkan usaha pertanian dimana partisipasi pemerintah maupun swasta ataupun lembaga ekonomi tradisional snagat diharapkan dalam menggerakan ekonomi, seperti dukungan kelembagaan kredit atau dana pemerintah. Dari uraian seperti di atas, muncul beberapa indikator sebagai tolok ukur dalam menelaah kinerja pembangunan pertanian.
Untuk mewujudkan konsistensi kinerja pembangunan pertanian seperti uraian di atas, maka indikator pembangunan pertanian akan terkait dengan :
(a) kontribusi terhadap perekonomian nasional,
(b) ketahanan pangan,
(c) kesejahteraan petani,
(d) kualitas lingkungan hidup, dan
(e) kelembagaan.
Disamping itu, menurut Wilson dan Tyrchniewicz (1995), kriteria dalam penggunan sumberdaya agar pembangunan pertanian yang berkelanjutan adalah terkait dengan :
(a) managemen,
(b) konservasi,
(c) rehabilitasi,
(d) pasar yang sehat (market viability),
(e) biaya internal,
(f) Inovasi ilmu pengetahuan dan teknologi,
(g) kebijakan perdagangan,
(h) pertimbangan kemasyarakatan (societal considerations) dan
(i) reaksi global (global responsibility).
Berdasarkan uraian di atas maka pembangunan sektor pertanian hanya merupakan sebagian dari “kue” nasional yang dibagi-bagikan dalam proses pembangunan keseluruhan, apakah dapat menjadi alat untuk tujuan penyerapan lapangan kerja ataupun untuk penurunan ketimpangan distribusi pendapatan. Telaah kinerja pembangunan pertanian tersebut dapat dijadikan umpan balik bagi pemerintah untuk menyusun perencanaan selanjutnya atau merumuskan kembali kebijaksanaan yang lebih efektif dan efisien. Pengelompokan indikator dapat dilakukan menurut kedekatannya dalam rangka mewujudkan kebijakan yang tidak saling melemahkan.
Dampak dari adanya kombinasi indikator-indikator utama tersebut akan memberi gambaran kinerja pembangunan pertanian sesuai dengan ketersediaan data sekunder.












REFERENSI
Alfian Lains., 1990. Fungsi Produksi Cobb-Douglas Pada Industri Semen di Indonesia. Ekonomi dan Keuangan Indonesia. Vol. XXXVII. No.3., : 243-280.
Farida Ai Siti. 2010. Sistem Ekonomi Indonesia. Bandung: CV. PUSTAKA SETIA
Haidy, N. Pasay., Gatot Arya Putra, Suahasil Nazara. 1995. “Produktivitas Sumber Daya dan Teknologi” dalam Arsyad (Editor) Prospek Ekonomi Indonesia Jangka Pendek Sumber Daya, Teknologi dan Pembangunan. Gramedia.
Jhingan M.L. 1990. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. Terjemahan D. Guritno, SH. Rajawali Pers. Jakarta



1 komentar: